13 November 2013

Menyelesaikan Kepahitan


Bergelut dalam usaha kerajinan kayu atau handicraft, artinya bersiap menuai buah manisnya, sekaligus menelan segala kepahitannya. Lupakan manisnya, mari berdo’a agar mampu melewati kepahitannya. Manis dan pahit memang lazim dirasa dalam semua kegiatan wirausaha. Menghadapinya dengan sabar, adalah lebih baik daripada terlalu ‘lebay’ membesar-besarkan. Terlalu emosional juga tak menguatkan, apalagi menyelesaikan penyebab kepahitan.

Tak semua pesanan pin kayu berbuah manis di ujung. Itu adalah kepastian! Dari belasan tahun usaha yang saya sendiri terus tekuni, tak jarang terdapat pula feedback negatif dari para pembeli, yang tentunya berasal dari berbagai latar belakang dan karakter pribadi yang berbeda-beda. Maka, selain ucapan terima kasih, pujian dan rasa puas yang disampaikan, maka hinggap pula protes, kritikan, cacian, makian dan bahkan pernah pula ancaman.

Sebenarnya, mudah saja dipahami bahwa segala yang diterima itu adalah ‘buah’ dari apa yang diberikan. Cara terbaik dalam menanggapi semua tanggapan, adalah dengan melakukan perbaikan dari waktu ke waktu. Seberat apapun permasalahan dengan pelanggan, sejatinya selalu ada jalan keluar yang bisa dibicarakan. Yang terpenting adalah menghindarkan segala bentuk kerugian, baik dari pihak pembeli atau pelanggan, maupun kita sebagai pembuata/produsen atau penjual.

Jika kerugian tak juga dapat dihindarkan, maka paling tidak ada minimalisasi yang dapat dilakukan, untuk mencegah kerugian yang lebih besar. Rugi yang timbul, dapat juga ‘dibayar’ dengan pelayanan gratis di masa datang, yang intinya mencapai keseimbangan, atau bahkan melampaui kerugian yang sudah terlanjur ‘diberikan’.

Meski tak sepenuhnya dan selalunya dapat menghapus segala kekecewaan, dengan niatan yang baik, semua permasalahan dapat diselesaikan. Sekali lagi, niatan baik. Pondasi tersebut sangat penting untuk didahulukan, sebab penyelesaian masalah dengan pelanggan tentu saja tidak sesederhana dan semudah seperti apa yang disajikan dalam tulisan.

Berhadapan dengan manusia, tak sama dengan mesin yang kaku dan tak berperasaan. Faktor emosional justru terkadang lebih dominan mempengaruhi hubungan timbal balik dengan pelanggan. Dalam hal inilah, sejujurnya harus saya katakan bahwa saya pun masih harus belajar dan terus belajar.


No comments: